Beberapa kali di beranda facebook, saya menyaksikan foto teman-teman
yang sedang berfoto bersama lawan jenis yang bukan mahramnya, ada yang
dengan teman-teman kantornya, dosennya, ustadz terkenal, trainer,
ataupun dengan sesama teman sekolah dulu.
Bukan menghukumi, hanya sekedar mengingatkan kembali tentang hukum foto bersama lawan jenis yang bukan mahram adalah haram karena terkategori ikhtilath yang dilarang.
Apakah Ikhtilath Itu? Ikhtilath artinya adalah bertemunya laki-laki dan perempuan (yang bukan mahramnya) di suatu tempat secara campur baur dan terjadi interaksi di antara laki-laki dan wanita itu (misal bicara, bersentuhan, berdesak-desakan, dll). (Said Al Qahthani, Al Ikhtilat, hlm. 7).
Ikhtilath hukumnya haram dan merupakan dosa menurut syariah (hukum Islam). Sangat disayangkan kaum muslimin banyak yang melakukannya. Mungkin itu karena ketidaktahuan mereka akan hukum Islam, atau mungkin karena terpengaruh oleh gaya hidup kaum kafir dari Barat yang serba boleh, yang tidak mengindahkan halal dan haram.
Di samping haram, ikhtilath juga berbahaya, karena mudah menjadi jalan untuk kemaksiatan-kemaksiatan lain yang merusak akhlak. Ikhtilath harus memenuhi 2 (dua) kriteria secara bersamaan, yaitu:
Dalam kehidupan Islami yang dicontohkan dan diperintahkan oleh Rasulullah Saw di Madinah dahulu, komunitas laki-laki dan perempuan wajib dipisahkan dalam kehidupan, tidak boleh campur baur.
Misalnya, dalam shalat jamaah di masjid, shaf (barisan) laki-laki dan perempuan diatur secara terpisah, yaitu shaf laki-laki di depan yang dekat imam, sedang shaf perempuan berada di belakang shaf laki-laki.
Demikian pula setelah selesai shalat jamaah di masjid, Rasulullah Saw mengatur agar jamaah perempuan keluar masjid lebih dahulu, baru kemudian jamaah laki-laki. Pada saat Rasulullah Saw menyampaikan ajaran Islam di masjid, laki-laki dan perempuan juga terpisah.
Ada kalanya terpisah secara waktu (hari pengajiannya berbeda), ada kalanya terpisah secara tempat, yaitu jamaah perempuan berada di belakang jamaah laki-laki, atau kadang jamaah perempuan diatur terletak di samping jamaah laki-laki. (Taqiyuddin An Nabhani, An Nizhamul Ijtima`i fil Islam, hlm. 35-36).
Dari Abu Usaid Al-Anshari:
Namun demikian, ada pengecualian. Dalam kehidupan publik, seperti di pasar, rumah sakit, masjid, sekolah, jalan raya, lapangan, kebun binatang, dan sebagainya, laki-laki dan perempuan dibolehkan melakukan ikhtilath, dengan 2 (dua) syarat, yaitu ;
Pertama, pertemuan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan itu untuk melakukan perbuatan yang dibolehkan syariah, seperti aktivitas jual beli, belajar mengajar, merawat orang sakit, pengajian di masjid, melakukan ibadah haji, dan sebagainya.
Kedua, aktivitas yang dilakukan itu mengharuskan pertemuan antara laki-laki dan perempuan. Jika tidak mengharuskan pertemuan antara laki-laki dan perempuan, hukumnya tetap tidak boleh.
Sebagai contoh ikhtilat yang dibolehkan, adalah jual beli. Misalkan penjualnya adalah seorang perempuan, dan pembelinya adalah seorang laki-laki. Dalam kondisi seperti ini, boleh ada ikhtilath antara perempuan dan laki-laki itu, agar terjadi akad jual beli antara penjual dan pembeli.
Ini berbeda dengan aktivitas yang tidak mengharuskan pertemuan laki-laki dan perempuan. Misalnya: makan di restoran, foto bersama lawan jenis yang bukan mahram, dsb.
Foto dapat dilakukan sendirian oleh seorang laki-laki, atau sendirian oleh seorang perempuan, atau oleh sesama komunitas laki-laki, atau sesama komunitas perempuan. Tak ada keharusan untuk terjadinya pertemuan antara laki-laki dan perempuan untuk foto bersama.
Bahkan hukumnya haram seorang laki-laki dan perempuan bukan mahram sengaja berfoto bersama dengan alasan apapun dan dalam moment apapun. Hal ini termasuk dosa karena melakukan ikhtilath dengan lawan jenis yang bukan mahram tanpa keperluan yang syar’i.
Bukan menghukumi, hanya sekedar mengingatkan kembali tentang hukum foto bersama lawan jenis yang bukan mahram adalah haram karena terkategori ikhtilath yang dilarang.
Apakah Ikhtilath Itu? Ikhtilath artinya adalah bertemunya laki-laki dan perempuan (yang bukan mahramnya) di suatu tempat secara campur baur dan terjadi interaksi di antara laki-laki dan wanita itu (misal bicara, bersentuhan, berdesak-desakan, dll). (Said Al Qahthani, Al Ikhtilat, hlm. 7).
Ikhtilath hukumnya haram dan merupakan dosa menurut syariah (hukum Islam). Sangat disayangkan kaum muslimin banyak yang melakukannya. Mungkin itu karena ketidaktahuan mereka akan hukum Islam, atau mungkin karena terpengaruh oleh gaya hidup kaum kafir dari Barat yang serba boleh, yang tidak mengindahkan halal dan haram.
Di samping haram, ikhtilath juga berbahaya, karena mudah menjadi jalan untuk kemaksiatan-kemaksiatan lain yang merusak akhlak. Ikhtilath harus memenuhi 2 (dua) kriteria secara bersamaan, yaitu:
- adanya pertemuan antara laki-laki dan perempuan (yang bukan mahramnya) di suatu tempat, dan
- terjadi interaksi di antara laki-laki dan perempuan itu.
Dalam kehidupan Islami yang dicontohkan dan diperintahkan oleh Rasulullah Saw di Madinah dahulu, komunitas laki-laki dan perempuan wajib dipisahkan dalam kehidupan, tidak boleh campur baur.
Misalnya, dalam shalat jamaah di masjid, shaf (barisan) laki-laki dan perempuan diatur secara terpisah, yaitu shaf laki-laki di depan yang dekat imam, sedang shaf perempuan berada di belakang shaf laki-laki.
Demikian pula setelah selesai shalat jamaah di masjid, Rasulullah Saw mengatur agar jamaah perempuan keluar masjid lebih dahulu, baru kemudian jamaah laki-laki. Pada saat Rasulullah Saw menyampaikan ajaran Islam di masjid, laki-laki dan perempuan juga terpisah.
Ada kalanya terpisah secara waktu (hari pengajiannya berbeda), ada kalanya terpisah secara tempat, yaitu jamaah perempuan berada di belakang jamaah laki-laki, atau kadang jamaah perempuan diatur terletak di samping jamaah laki-laki. (Taqiyuddin An Nabhani, An Nizhamul Ijtima`i fil Islam, hlm. 35-36).
Dari Abu Usaid Al-Anshari:
في
حديث رواه أبو داود (5272) عن أبي أسيد الأنصاري رضي الله عنه أنه سَمِعَ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَهُوَ خَارِجٌ
مِنْ الْمَسْجِدِ فَاخْتَلَطَ الرِّجَالُ مَعَ النِّسَاءِ فِي الطَّرِيقِ ،
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلنِّسَاءِ :
(اسْتَأْخِرْنَ ، فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ ،
عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ) فَكَانَتْ الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ
بِالْجِدَارِ ، حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ
لُصُوقِهَا بِهِ .
“Abu Usaid Al Anshary beliau pernah mendengar Rasulullah bersabda
kepada para wanita, ketika beliau sedang keluar dari masjid dan para
lelaki sedang berkumpul dengan para wanita di jalan: “(Wahai para
wanita), minggirlah kalian, karena sesungguhnya tidak pantas kalian
untuk berjalan di tengah jalan, hendaknya kalian di samping-samping
jalan”, maka para wanita dahulu menempel dengan dinding sehingga
pakaiannya terkait dengan dinding dikarenakan saking menempelnya mereka
dengan dinding. (HR. Abu Daud no. 5272).Namun demikian, ada pengecualian. Dalam kehidupan publik, seperti di pasar, rumah sakit, masjid, sekolah, jalan raya, lapangan, kebun binatang, dan sebagainya, laki-laki dan perempuan dibolehkan melakukan ikhtilath, dengan 2 (dua) syarat, yaitu ;
Pertama, pertemuan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan itu untuk melakukan perbuatan yang dibolehkan syariah, seperti aktivitas jual beli, belajar mengajar, merawat orang sakit, pengajian di masjid, melakukan ibadah haji, dan sebagainya.
Kedua, aktivitas yang dilakukan itu mengharuskan pertemuan antara laki-laki dan perempuan. Jika tidak mengharuskan pertemuan antara laki-laki dan perempuan, hukumnya tetap tidak boleh.
Sebagai contoh ikhtilat yang dibolehkan, adalah jual beli. Misalkan penjualnya adalah seorang perempuan, dan pembelinya adalah seorang laki-laki. Dalam kondisi seperti ini, boleh ada ikhtilath antara perempuan dan laki-laki itu, agar terjadi akad jual beli antara penjual dan pembeli.
Ini berbeda dengan aktivitas yang tidak mengharuskan pertemuan laki-laki dan perempuan. Misalnya: makan di restoran, foto bersama lawan jenis yang bukan mahram, dsb.
Foto dapat dilakukan sendirian oleh seorang laki-laki, atau sendirian oleh seorang perempuan, atau oleh sesama komunitas laki-laki, atau sesama komunitas perempuan. Tak ada keharusan untuk terjadinya pertemuan antara laki-laki dan perempuan untuk foto bersama.
Bahkan hukumnya haram seorang laki-laki dan perempuan bukan mahram sengaja berfoto bersama dengan alasan apapun dan dalam moment apapun. Hal ini termasuk dosa karena melakukan ikhtilath dengan lawan jenis yang bukan mahram tanpa keperluan yang syar’i.