Apa yang menjadi
kebanggaan seorang manusia di dunia? Tersebab belimpah harta benda?
Tingginya tahta serta kuasa? Prestasi yang menjadikannya masyhur di
mana-mana? Sampai di saat yang sama abai pada tugas sesungguhnya. Bahwa
pada setiap aktivitas yang dikerjakannya jauh dari niat untuk mencari
kebaikan serta ridha dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Penilaian dunia
sungguh lebih berharga baginya daripada nilai manusia sesungguhnya di
sisi-Nya.
Pantaskah kami ingkar
pada dzat yang sebab-Nya kami nasib. Sebab kasih serta sayang-Nya lah
sampai saat ini kami tetap bisa merasakan berlipat kenikmatan. Tersebab
Allah yang dengan ke-Maha Kuasaannya tetap memberbagi kami peluang untuk
membenahi diri. Apa yang semestinya diperbuat seorang pegawai terhadap
atasannya? Apa yang lebih baik bagi seorang pekerja dari taatnya pada
aturan tempatnya bekerja? Apa yang membikin seorang pekerja disanjung
atasannya kecuali prestasi bekerjanya di atas rata-rata?
Begitu pulalah
semestinya kita. Berbakti dengan sebaik-baiknya pada atasan
sesungguhnya. Memohon kasih-Nya dengan senantiasa mengerjakan
amalan-amalan yang bisa mengajak keridhaan-Nya. Allah cinta pada
berbagai amalan yang dikerjakan manusia.
Dalam suatu riwayat,
Imam Bukhari menerangkan, “Saya bertanya terhadap Nabi, ‘Apakah amal
yang paling dicintai oleh Allah?’ (Dalaam satu riwayaat: yang lebih
utamaa) Beliau bersabdaa, ‘Shalat padaa waktunya’ Saya bertanyaa,
‘Kemudian apaa laagi?’ Beliau bersabda, ‘Berbakti terhadap kedua orang
tua.’ Saya bertanya, ‘Kemudian apa lagi’? Beliau bersabda, ‘Jihad
(berjuang) di jalan Allah.”‘ Ia mengatakan, “Beliau menceritakan
kepadaku. (Dalam satu riwayat: “Saya berdiam diri dari Rasulullah.”)
Seandainya saya meminta tambah, niscaya beliau meningkatkankannya.”
Baca Juga: Bolehkah Menikah Dengan Uang Hasil Utang?
1) Shalat. Tiada yang
bisa memungkiri alangkah kedudukan shalat amat sangat mutlak dalam agama
ini. Tersebab dengan mengerjakan ibadah shalat, seorang manusia dengan
tegas membuktikan ketundukannya pada Allah. Dengan shalat itulah,
seorang hamba bisa memperoleh begitu tidak sedikit keutamaan. Shalat
seakan menjadi tiang bagi kokohnya iman seseorang. Bila baik shalatnya,
maka pasti bakal baiklah setiap segi yang ada di dalam dirinya. Tetapi
bila kurang baik shalatnya, maka kekurang baikan-kekurang baikan lain
bakal mudah melekat kepadanya.
Betapa seorang muslim
sangat dituntut untuk senantiasa membenahi shalatnya. Sebab nanti di
akhirat, shalat itulah yang menjadi amalan pertama yang bakal dihisab
oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebagaimana suatu hadist yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ahmad serta Nasa’i, “Sesungguhnya amal
ibadah seseorang yang paling pertama kali dihisab merupakan shalatnya.
Apabila shlalatnya di nilai baik, maka bahagia serta tenanglah dia.
Tetapi apabila shalatnya rusak, maka menyesal serta sengsaralah dia.
Adaapun apabilaa di antaraa shalatnyaa ada yang tidaak lebih sempurnaa,
maka Allah Azzaa wajalla beerfirman: periksaalah kembali wahaai para
malaikaat, apakah dirinyaa suka melaksanaakan shalaat sunaah. Apabila
ada, sempurnakanlah shalatnya dengannya shalat sunnahnya tersebut.
Semacam itulah perhitungan amal ibadahnya yang lain.”
2) Berbakti pada kedua
orang tua. Alangkah orang tua sudah tidak sedikit sampai tidak terhitung
jumlahnya berkorban untuk kita. Sejak saat janin tetap bersemayam di
rahimnya, sampai kali ini di mana mungkin kami sudah tidak sedikit
meperbuat dosa terhadap keduanya. Alangkah Allah teramat memuliakan
bunda serta ayah kita, sampai ridha-Nya terletak pada ridha keduanya,
serta murka-Nya pun terletak pada murka keduanya.
Sungguh sudah menjadi
suatu keharusan tanpa syarat bagi setiap anak untuk berbakti serta
berbakti pada kedua orangtuanya. Dalam Al-Qur’an surah ke 31 pada ayat
ke 15, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Dan Kami perintahkan
terhadap manusia (berbuat baik) terhadap kedua orang tuanya; ibunya
sudah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah, bahkan
menyusukan pula selagi tidak lebih lebih 2 tahun. Maka dari itu
bersyukurlah kepada-Ku serta terhadap kedua orang tuamu, hanya kepada-Ku
sajalah tempat kalian kembali”.
Bukankaah surga kaami
terletak paada nilai baakti pada keduanyaa? Maka upayakaanlah yang
paling baaik, sebab diantaraa keridhaan keduanyaa ada pintu-pintu surgaa
yang terbukaa. Pada siapa lagi kami hendak mengupayakan surga, sedekat
di dalam rumah tanpa harus mencari kemana-mana? Sedang yang dekat itu
tidak sedikit diabaikan oleh manusia.
Dalaam suatu hadist
riwayaat Imam Bukhari dijelaaskan, “Seoraang muslim yang mempunyaai
kedua oraang tua yang musslim, kemudian iaa senantiasaa berlaku baik
kepadanyaa, maka Allah berkenan membukaakan dua pintu surgaa baginyaa.
Kalau ia mempunyai satu orang tua saja, maka ia bakal memperoleh satu
pintu surga terbuka. Sertaa kalau ia meembikin kemurkaaan kedua orang
tuaa maka Allah tidaak ridha kepada-Nyaa.” Maka ada seoraang bertanyaa,
“Meesikipun keduanyaa berlaku zhaalim kepadanyaa?” Jawaab Rasulullah,
“Ya, sekaalipun keduanya menzhaaliminya.”
3) Jihad di jalan Allah.
Makna jihad yang sesungguhnya ialah merelakan segenap tenaga, waktu
serta harta yang dimiliki untuk disertakan berjuang di jalan Allah.
Pasti butuh dipahami, bahwa jihad bukan diperbuat dengan cara-cara yang
bermengenaian dengan ketentuan. Bahwa jihad bukan diperbuat dengan
cara-cara menyakiti alias membunuh orang lain dengan seenaknya. Islam
mengatur dengan jelas bagaimana seorang muslim bisa berjihad di jalan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Perintah untuk jihad
jelas difirmankan Allah dalam surah Al-Hajj ayat ke 78, “Dan berjihadlah
kalian pada jalan Allah dengan jihad yang sesangatlahnya.”
Sebab tidak mudah bagi
seorang manusia merelakan sebagian yang ia miliki untuk diberbagi pada
jalan Allah, maka dengan itu ianya menjadi salah satu amalan yang
dicintai oleh Allah. Bahkan para syuhada jelas dijamin surganya nanti di
akhirat. Sebab itulah tidak heran alangkah semangatnya para sahabat
Rasulullah ketika terbuka tahapya peluang untuk membela agama Allah.
Bisa dibayangkan, bila kami yang ada diposisi itu saat ini? Apakah kami
juga bakal dengan bahagia hati berjuang di jalan Allah?